Ilmu Tentang Anak





Mengajarkan Cara Anak Belajar, Bukan Menyuruh Anak Belajar



Sudah menjadi hal yang lazim apabila mendekati ujian sekolah baik UTS, UAS dan UKK banyak orang tua yang senewen, bahkan anak-anaknya pun kadang banyak yang stress hingga jatuh sakit (mendadak) yang akhirnya sang anak malah tidak ikut ujian karena tidak bisa hadir.

Menilik dari kejadian-kejadian tersebut, ternyata sekarang ini banyak orang tua yang berorientasi pada hasil, bukan pada proses. Walaupun banyak yang memperhatikan proses belajar, namun kadang-kadang proses tersebut adalah sesuatu yang ‘dipaksakan’.

Anak-anak kita adalah bersih, suci, kosong ketika lahir. Kitalah yang membentuk mereka. Kitalah yang memprosesnya agar berhasil. Ketika mereka belajar di sekolah, mereka mengikuti apa yang diajarkan oleh bapak ibu guru di kelas. Lalu bagaimana ketika mereka pulang sekolah? Apakah mereka tahu cara mengulang atau mengevaluasi pelajaran-pelajaran tadi? Tentu tidak, atau susah bukan?

Nah, sebaiknyalah, kita sebagai orang tua mengajarkan kepada anak kita BAGAIMANA CARA BELAJAR YANG EFEKTIF sejak pertama kali mereka masuk sekolah dasar, agar kedepannya nanti, belajar adalah sesuatu hal yang mudah, menyenangkan dan bukan beban.

Lalu apa saja yang harus diperhatikan ketika membimbing anak-anak belajar?


1. Logis

Bahwa apapun yang anak-anak pelajari itu harus bisa dicerna secara logis (masuk akal) oleh mereka. Apakah itu matematika, IPS, IPA, Kewarganegaraan atau lain-lain. Jangan mengharapkan mereka untuk menghafal apabila mereka belum mengerti logika apa yang mereka hapalkan. Itu hanya akan membebani otak mereka. Teruslah berusaha menjelaskan kepada mereka logika pelajaran yang sedang mereka pelajari itu. Gunakanlah bahasa anak-anak yang mudah dicerna. Ingatlah, apabila mereka belum mendapat logika dari suatu pelajaran, sudah dapat dipastikan, berulang kali belajarpun tetap akan sulit bagi mereka.

2. Skematik


Buku pelajaran saat ini tebal-tebal, kadang-kadang hal ini membuat saya merinding. Mungkinkah anak saya berjam-jam hanya untuk menghapal 5 topik saja? Konyol sekali rasanya. Lalu bagaimana solusinya? Mudah, pelajarilah MIND MAPPING. Untuk yang belum tahu apa itu mind mapping, coba cari bukunya di Gramedia atau silakan browsing di internet. Intinya, mind mapping ini adalah suatu cara untuk mengajarkan anak-anak membuat konklusi atas apa yang mereka pelajari secara sistematik dalam bentuk peta bergambar seperti jaringan otak. Setiap topik bahasan akan digambarkan kedalam beberapa cabang secara sistematik. Persis seperti neuron (inti otak) dan sinapsnya. Apa kelebihannya? Selesai belajar anak tidak akan perlu membuka-buka lagi buku diktatnya, tetapi cukup melihatnya dalam semenit/dua menit. Tepat, akurat dan efektif!

3. Repetisi atau pengulangan

Baru-baru ini penulis menonton acara di National Geographic Channel mengenai kehebatan Otak Manusia. Di akhir acara dibuktikan bahwa orang-orang yang cerdas memanfaatkan otaknya untuk ‘melihat’ bukan ‘memperhatikan’.

Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa sesuatu yang diulang-ulang (dilihat) itu akan mudah diingat. Maka ini berarti, ajarkanlah anak-anak belajar setiap hari!…. ya, setiap hari!…. Percayalah, dengan bantuan mind map yang setiap hari dibuka sebelum pelajaran hari esok dimulai, maka saat ujian, anak dapat dikatakan tidak perlu belajar keras. Mereka cukup mengulang dan mengkajinya saja.

Bahkan, waktu saya kuliah, saya tempel mind map saya di samping tempat tidur!… tiap sebelum tidur saya lihat (baca: bukan saya hapal), dan subhanallah, gambaran pelajaran itu otomatis nempel di otak…. Itulah hebatnya otak kita…

4. Latihan

Apa-apa yang sudah dipelajari tidak akan terbukti apabila belum dicoba. Oleh karena itu rajin-rajinlah kita sebagai orang tua membekali mereka dengan bermacam-macam buku atau soal latihan. Biasakanlah mereka mengerjakan soal - soal latihan, agar ujian bagi mereka hanyalah suatu pengulangan

5. Terakhir yang sangat penting adalah, kompensasi

Bersikaplah rasional dalam membimbing anak belajar. JANGAN KAKU. Beri kelonggaran waktu bagi mereka, bagi waktu main, ibadah dan belajar secara seimbang. Apabila telah belajar, berilah reward dengan boleh mengerjakan apapun kesukaan mereka. Dengan begitu mereka dapat belajar tanggung jawab dan kita tidak melupakan jati diri mereka, bahwa mereka adalah ANAK-ANAK.



sumber : kaskus.us





Tips Mendidik Anak Agar Lebih Cerdas
1. Makanan
Ini amunisi otak yang sangat penting. Anak-anak yang kekurangan gizi umumnya memiliki otak yang kurang berkembang. Konsumsi ikan yang cukup, ASI, vitamin, dan mineral merupakan amunisi yang tepat bagi otak. Apa pun kursus yang Anda berikan untuk anak anda tanpa memberinya makanan yang tepat, samalah artinya dengan mengisi ruangan tanpa menguatkan dinding-dindingnya. Gizi adalah bahan baku proses-proses seluler, terutama untuk pembangunan struktur otak. Mainan / game anak cerdas

2. Lingkungan
Makin bervariasi lingkungan hdup anak Anda, makin baik perkembangan otaknya. Warna, bentuk, orang-orang yang berbeda, suasana yang bervariasi, dan lain-lain lebih mudah menstimulasi otak dibandingkan yang homogen. Jika Anda menciptakan lingkungan yang kaya dengan permainan, otak anak Anda berkembang dengan sangat pesat. Karena itu, sebisa mungkin, tempat tidur, tempat belajar (terutama di sekolah-sekolah), dan ruangan keluarga dapat diubah setiap jangka waktu tertentu. Anda perlu juga mengajaknya ke tempat-tempat yang penuh dengan hal-hal baru, seperti di pantai, gunung, dan lain-lain. Semakin bervariasi lingkungan, semakin cepat koneksi sel saraf terjadi.

3. Pengalaman emosional
Sistem limbik lebih dulu matang dibandingkan dengan kulit otak. Akibatnya, anak-anak menjadi sangat peka terhadap rangsangan dan pengalaman emosional. Semua pengalaman emosional yang diberikan pada rentang usia 0-7 tahun ini akan sangat berpengaruh dalam membentuk jalinan antar sel saraf. Pada usia ini, kontrol diri, kesabaran, kerja sama, empati, dan lain-lain lebih mudah dilatih dan tertanam kuat dalam otak dibanding berhitung, membaca, atau kegiatan-kegiatan kalkulatif lainnya. Jangan lupa, kematangan emosional ini lebih menentukan kesuksesan anak Anda di masa depan ketimbang kemampuan berhitung dan main komputer.

4. Stimulasi rasional

Hal-hal yang baru (novelty), menantang (challenge), padu (coherent), dan penuh makna (meaningful) lebih cepat memengaruhi otak ketimbang hal-hal yang lazim dan biasa. Jika setiap hari Anda memperkenalkan kata-kata baru kepada anak Anda, teknik-teknik baru dalam berhitung, tugas-tugas yang menantang dan penuh makna (misalnya, membuat percobaan fisika yang berkenaan dengan hal-hal sehari-hari), otaknya akan lebih cepat berkembang. Hal-hal yang menantang, seperti menemukan bentuk tertentu dalam banyak bentuk, dapat memperbanyak hubungan sel saraf.

Origami (seni melipat kertas) adalah salah satu cara memperbanyak hubungan sel saraf. Attention of details juga merangsang otak. Berikan sebuah batu kerikil atau dedaunan kepada anak-anak. Mintalah mereka mencermati alur, warna, bentuk, dan ciri-ciri lain yang tidak tampak jika hanya dilihat sepintas. Perhatian pada hal-hal kecil, terutama bentuk dan warna, membuat sinaps saraf bertambah banyak.

5. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik memengaruhi otak dengan tiga cara:

  • Meningkatkan sirkulasi darah ke otak. Artinya, oksigen, gula, dan zat gizi juga bertambah.
  • Memengaruhi produksi hormon NGF (Nerve Growth Factor)
  • Merangsang produksi dopamin.Zat ini berfungsi penting dalam menata perasaan (mood) anak Anda. Semakin sering dan terampil ia melakukan kegiatan fisik, semakin baik perkembangan otaknya.
Lima hal di atas tidak berdiri sendiri. Semuanya saling melengkapi dan saling memengaruhi. Anda tidak boleh mengedepankan dan memprioritaskan satu di antara yang lain. Jika Anda harus memilih yang utama, disarankan untuk melatih emosi anak Anda lebih dulu. Kematangan emosi memerlukan waktu tertentu untuk berkembang. Sedangkan kecerdasan rasional dapat Anda tingkatkan kapan saja Anda mau.

Tips Mengatasi
KEBIASAAN BURUK Anak

Quote:
Awalnya, lucu melihat si kecil menghisap jempolnya. Tapi lama kelamaan kok sulit ya menghentikannya?

Menghisap jempol, menggigit kuku, mengamuk, mengompol, beberapa keluhan yang mungkin sederhana tapi bisa membuat pusing orangtua. Di tambah lagi kekhawatiran akankah kebiasaan ini berakibat buruk pada si kecil. Apa saja kebiasaan si kecil yang sering dikeluhkan orangtua?


Quote:
MENGHISAP IBU JARI

Mengisap ibu jari umum terjadi pada bayi usia 3 bulan - 2 tahun. Jika kebiasaan ini terjadi setelah anak usia tiga tahun, padahal sebelumnya tidak atau sudah berhenti, bisa jadi si anak sedang stres dan perlu dicari penyebabnya. Bila kebiasaan mengisap ibu jari terus berlanjut hingga usia sekolah dasar dapat mengganggu pertumbuhan gigi, diare, dan yang terpenting mempengaruhi perkembangan kepribadiannya.

SOLUSI

Bila si kecil masih bayi tak perlu terlalu khawatir. Namun jika sudah amat mengganggu coba ganti dengan empeng dan hentikan sedikit demi sedikit.
  • Bila terjadi setelah usia satu tahun, mungkin si kecil sedang lelah atau bosan, alihkan kegiatannya.
  • Bila terjadi pada usia 5-6 tahun, beri penjelasan akibat dari kebiasaan buruknya, anda dapat memberinya hadiah (reward) bila anak berhasil menghentikannya.
  • Jika tetap saja sulit ditangani, sangat mungkin terdapat ketidakmatangan emosi dan sosial hingga memerlukan penanganan lebih khusus.
Quote:
MENGGIGIT KUKU

Menggigit kuku kadang merupakan perpanjangan dari kebiasaan mengisap ibujari. Paling banyak terjadi saat anak menginjak remaja (13-15 tahun), bisa juga lebih. Jika kebiasaan ini belum hilang juga, seringkali ketika dewasa beralih menjadi kebiasaaan merokok, makan permen karet, mengorek hidung, atau memainkan rambut. Menurut ahli, kebiasaan buruk ini adalah ekspresi dari kegelisahan, rasa tertekan, kecewa, dan kemarahan. Sisiri penyebabnya dulu.

SOLUSI
  • Beri pengertian kepada anak tentang akibat buruk menggigit kuku dan penyakit yang dapat timbul karena kebiasaan ini.
  • Mengalihkan kebiasaan tersebut pada bentuk permainan dengan teman sebaya.
Quote:
MENGGOYANG atau MEMBENTURKAN KEPALA

Biasanya terjadi pada usia 7 - 14 bulan, terkadang hingga 5 tahun. Pada awalnya, kebiasaan ini dianggap normal sesuai dengan tahap perkembangan motorik. Pada anak lebih besar, bisa jadi ada latar belakang stres seperti rasa tak aman atau ingin menarik perhatian orangtua, bisa pula ada kelainan organ.

SOLUSI
  • Umumnya kebiasaan ini akan berhenti sendiri.
  • Bila orangtua khawatir, alihkan kebiasaan gerakan ritmis tersebut menjadi gerakan ritmis yang lain seperti bertepuk tangan, atau menari.
  • Jika kebiasaan membenturkan kepala membahayakan dan tak ada kecenderungan berhenti, atau anak punya kelainan lain, sebaiknya konsultasikan pada dokter anak dan psikolog.
Quote:
KEBIASAAN MENAHAN NAFAS
(BREATH HOLDING SPELL)


Sering terjadi pada usia 1-5 tahun. Diduga ini merupakan bentuk awal dari temper tantrum pada saat si kecil sudah mampu mengekspresikan rasa frustasi. Bisa jadi ada gangguan hubungan emosional orangtua dengan anak, misalnya ibu yang terlalu sabar, orangtua overprotektif, yang selalu memenuhi kebutuhan anak, atau orangtua yang tidak konsisten.

Umumnya, didahului dengan menangis, berhenti, lalu anak menahan napas, bahkan bisa sampai kebiruan di sekitar mulut dan muka. Kadang anak tampak lemas atau timbul gerakan seperti kejang. Berlangsung 5-10 detik.

SOLUSI
  • Jangan panik, kenali kapan biasanya si kecil mulai menahan napas.
  • Hindari gerakan berlebihan seperti mengejutkan, membentak, menepuk, memberi minum, dan sebagainya. Yang penting pastikan anak merasa nyaman, dengan menggendong atau memeluknya.
  • Jika terus berlanjut, kebiasaan ini perlu dihilangkan, misalnya dengan mengubah perilaku orangtua pada si kecil.
Quote:
MENGAMUK (TEMPER TANTRUM)

Mengamuk umum terjadi saat anak berusia 3-12 tahun, lebih sering pada laki-laki. Anak menjerit, memukul, menendang, menjatuhkan badan ke lantai, memukul kepala, atau melempar barang. Penyebabnya bisa karena meniru orangtua, atau kepribadian anak sendiri (bossy, aktif dan energik), ketakutan luar biasa, ketidakcocokan dengan orangtua saat anak sedang berkembang pribadinya, orangtua yang terlalu membebaskan atau overprotektif, tidak konsisten, faktor keturunan, kecemburuan pada saudara, dan sebagainya.

SOLUSI
  • Jangan penuhi keinginannya bila si kecil tantrum, biarkan saja. Begitu anak menyadari ia tak mendapat apa-apa, tantrum akan berhenti.
  • Mungkin saja cara ini tak berhasil, yang penting orangtua harus sabar, jangan tergesa-gesa mengambil sikap, misalnya karena malu dilihat orang.
  • Ingat, orang-tua sebaiknya selalu konsisten.
Quote:
GAGAP

“ A…ayah, mmmau booola”, mungkin anda pernah melihat anak yang begitu sulit bicara. Dikatakan gagap bila anak mengalami kelainan irama atau kelancaran bicara yang disebabkan adanya pengulangan, perpanjangan suara, kata, atau suku kata. Gagap biasa terjadi pada usia 2-3 tahun dan 5-7 tahun. Seringkali disertai dengan mengedip-ngedipkan mata atau menggoyang kepala.

Gagap sebenarnya bagian dari perkembangan bahasa yang normal, tetapi bila berlanjut atau berlebihan, bisa jadi ada faktor lain seperti gangguan emosi anak dengan orangtua yang perfeksionis. Bisa pula ada faktor keturunan atau kelainan organ seperti lidah yang pendek dan kaku. Gagap bisa disertai kelainan saraf seperti tuli atau retardasi mental.

SOLUSI
  • Jangan terlalu memaksa anak atau memarahi anak bila gagapnya kambuh.
  • Dengarkan ia dengan sabar, tidak memberondongnya dengan pertanyaan atau kata-kata.
  • Tumbuhkan rasa percaya dirinya terutama saat ia bergaul dengan teman-teman sebaya.
  • Bila gagap muncul pada anak setelah usia sekolah, mungkin diperlukan terapi lebih lanjut dengan ahli wicara atau psikoterapis.
Quote:
ELECTIVE MUTISM

Anak disebut berperilaku elective mutism, bila ia memaksa dirinya secara mental dan fisik untuk tidak bicara pada orang-orang tertentu yang asing baginya. Sering terjadi pada usia 3-5 tahun. Penyebabnya bisa karena anak dipisahkan dengan keluarga (misalnya akan masuk sekolah), anak sangat tergantung ibu, atau terdapat pengalaman traumatis sebelumnya. Yang terpenting mencari pencetus mengapa anak bersikap demikian, dan atasi penyebabnya.